Penyebab tujuan refornasi sulit diwujudkan
Sejarah
Kriswandani
Pertanyaan
Penyebab tujuan refornasi sulit diwujudkan
1 Jawaban
-
1. Jawaban Jempolz



Imam Alfiepegawai negeri
A big guy with big plans
FOLLOW
BIROKRASI
Mengapa Reformasi Birokrasi Berjalan Lambat?
28 Agustus 2012 07:49 Diperbarui: 28 Agustus 2012 07:49
4062 2 0

1346139843523165273
Sejak 2005, pemerintah telah menyuarakan program reformasi birokrasi. Pada tahun 2006-2007, dimulai di Departemen X (sekarang Kementerian X), sejumlah perubahan dalam penyelenggaraan pemerintahan dimulai. Dari penerapan key performance indicators, perubahan tatalaksana pelayanan (perpajakan dan perbendaharaan), pemetaan potensi pegawai, hingga perbaikan kesejahteraan pegawai melalui pemberian tunjangan kinerja. Gerakan yang dimulai Kementerian X secara instansional ini kemudian diadaptasi ke kebijakan nasional pada tahun 2008 dengan terbitnya Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (Permenpan) Nomor Per/15/M.PAN/7/2008 tentang Pedoman Umum Reformasi Birokrasi.
Menyebut reformasi birokrasi sebagai inisiatif Kementerian X tentu salah besar. Upaya reformasi birokrasi telah dimulai dari sejumlah pemerintah daerah, seperti Jembrana, Solok, Tanah Datar, Sragen, Kota Yogyakarta, atau Kota Tarakan. Upaya ini telah dimulai sejak awal dekade 2000-an dan karena menjadi semakin masif, maka perlu dijadikan kebijakan nasional. Untuk itulah pada tahun 2010 pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand DesignReformasi Birokrasi 2010-2025 dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permenpan-RB) tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2010-2014. Perihal kedua kebijakan ini dilihat dari perspektif lain, saya punya opini dan akan saya tuliskan di artikel selanjutnya.
[caption id="attachment_209100" align="alignleft" width="281" caption="Birokrasi Pemerintah yang Digambarkan Rakus"][/caption] Kedua kebijakan tersebut pada prinsipnya menyempurnakan Permenpan Nomor Per/15/M.PAN/7/2008, namun demikian, sejak kebijakan itu diterbitkan, saya sudah berpendapat bahwa reformasi birokrasi akan sangat sulit untuk diwujudkan. Terbukti, hingga saat ini keluhan masyarakat dalam interaksi dengan pemerintah masih sangat banyak. Pungutan liar yang dilakukan dengan isyarat atau terang-terangan masih sering terjadi, baik pada urusan kependudukan, pertanahan, maupun yang terkait dengan perizinan usaha. Ini terjadi pada berbagai tingkatan pemerintahan, dari RW, kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, hingga instansi pemerintah pusat. Bahkan, hal demikian juga masih terjadi pada sejumlah unit pada instansi pemerintah yang dikatakan telah melakukan “reformasi birokrasi” (yang ditandai dengan pemberian tunjangan kinerja).
Dalam pemikiran sistem (systems thinking), suatu kejadian terjadi akibat adanya interaksi antarvariabel yang membentuk suatu sistem. Kejadian yang merupakan masalah akan dapat dipecahkan apabila variabel yang menjadi pengungkit (leverage) dapat diidentifikasi dan diberi perlakuan khusus. Pemecahan masalah dalam pemikiran sistem bukan dengan membagi masalah besar ke dalam masalah-masalah kecil dan memecahkan masing-masing masalah kecil tersebut, tetapi menemukan dan memanfaatkan pengungkit masalah besar.
Berpijak pada cara berpikir tersebut, saya berpendapat bahwa penetapan 8 (delapan) area perubahan dalam reformasi birokrasi adalah upaya yang tidak efisien. Saya tidak bilang itu sia-sia, tetapi mungkin saja demikian apabila pengungkit dari masalah birokrasi tidak segera ditemukan dan diperlakukan secara khusus.
Pengungkit dari masalah dalam birokrasi pemerintahan kita ada pada 3 (tiga) hal, yaitu sistem anggaran dan perbendaharaan, sistem remunerasi pegawai, dan sistem manajemen kinerja aparatur. Dua dari tiga sistem tersebut sebenarnya telah disinggung dalam Road Map Reformasi Birokrasi, yaitu sistem remunerasi pegawai yang merupakan bagian dari penataan sistem manajemen SDM aparatur dan sistem manajemen kinerja aparatur yang merupakan bagian dari penguatan akuntabilitas kinerja aparatur. Akan tetapi, penetapan tujuan dan rencana implementasi dari perubahan kedua sistem tersebut tidak terdefinisikan dengan baik. Sementara itu, untuk sistem anggaran dan perbendaharaan bahkan tidak tersentuh.